Rabu, 01 Agustus 2012

Kisah PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia)

http://soeloehmelajoe.files.wordpress.com/2012/02/6218790.jpg
Polemik PRRI kembali mengemuka tatkala Syafruddin Prawiranegara hendak diusulkan menjadi Pahlawan Nasional. Kenapa demikian? Karena putera daerah asal daerah Banten, Jawa bagian barat ini merupakan Perdana Mentri PRRI ketika Kolonel Ahmad Hussein memroklamirkan berdirinya Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatera Tengah. Hingga kini, secara resmi negara ini masih menganggap PRRI sebagai gerakan separatis yang ingin memisahkan diri dari Republik Indonesia. Benarkah demikian?
Ketika masih kuliah di jurusan sejarah, kajian PRRI memang menjadi bahan perdebatan antara mahasiswa, bahkan dengan dosen. Kebanyakan dari kami yang putera daerah menganggap bahwa PRRI bukanlah pemberontakan melainkan suatu gerakan untuk menegur atau mengoreksi Soekarno yang dinilai semakin arogan dalam memimpin negara ini. Sesosok pribadi yang begitu dipuja di Tanah Jawa sehingga membuat dia lupa daratan bahwa sesungguhnya dirinya bukan raja layaknya raja-raja kuno Jawa melainkan seorang presiden yang masa jabatannya terbatas. Soekarno juga menjalin hubungan gelap yang kemudian tanpa rasa malu berani secara terangan-terangan diperlihatkannya dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada masa itu, partai ini amat dibenci oleh sekalian golongan nasionalis dan Islam di negara ini. Dan puncak dari ini semua ialah pecahnya Dwi Tunggal, Hatta mengundurkan diri dari jabatan Wakil Presiden. Hal ini menjadi suatu pertanda bagi orang-orang bahwa Soekarno sudah lupa daratan dan tidak dapat lagi mengendalikan dirinya. Haus akan kekuasaan yang absolut, hendak disembah dan diakui sebagai raja di negeri yang baru merdeka ini. Dengan pola pemerintahan sentralistis yang jelas-jelas tidak cocok bagi Indonesia yang plural. Yang  membuat Hatta lepas tangan dan mengundurkan diri dari jabatan Wapres, “ketika arus sedang deras jangan arahkan biduk kita menentang arus air” begitu kira-kira filosofi yang dipegang Hatta.

Namun ada seorang dosen kami yang mengemukakan pendapat, bahwa dalam mengkaji sejarah PRRI eloklah kita kembali ke konsep pemberontakan. Apakah pemberontakan itu? Menurut beliau, pemberontakan ialah suatu gerakan yang berusaha melawan kekuasaan sah yang ada di negara ini. Dan pada masa itu, suka ataupun tidak, rela ataupun tidak, Soekarnolah pemimpin di negara ini. Maka gerakan yang dikomandoi oleh Kolonel Ahmad Hussein merupakan gerakan pemberontakan. Terlepas apakah kita rela atau tidak atas gelar “pemberontak” yang disematkan kepada bangsa kita, Bangsa Minangkabau.
Namun, lebih lanjut beliau menjelaskan. Jika ditanya apakah saya suka atau tidak, setuju atau tidak dengan pemberontakan yang dilancarkan oleh Kolonel Ahmad Hussein, maka itu perkara lain..
Kamipun para mahasiswa mulai berubah pendapat, namun ada juga yang tetap dengan pendirian semula. Bagi kami yang sependapat dengan dosen kami tersebut, kami berpendapat “Kita adalah seorang pemberontak, dan kita bangga dengan itu..”

Untuk memahami peristiwa PRRI tidaklah baik jika kita hanya memandang dari satu sudut pandang saja. Kita juga harus memahami bagaimana pola pemerintahan Soekarno, seperti apa watak dan karakter dari orang yang menjadi Presiden pertama di negara ini? Kita juga harus tahu perkembangan perpolitikan saat itu, dimana Komunis menjadi suatu ancaman bagi republik baru ini. Tidak saja ancaman bagi Indonesia, akan tetapi juga ancaman bagi dunia. Dunia sedang cemas terhadap Moskow dan Stalin, dimana-mana ideologi Komunis menjadi momok yang menakutkan karena dimanapun mereka berada maka akan selalu ada kekerasan dan pertumpahan darah. Orang-orang komunis ialah sekumpulan orang-orang tak beradab yang berwatak kasar, bicara menyakitkan dan bersikap kasar seperti orang primitif. Tidak pandai menghargai orang lain dan selalu menganggap diri merekalah yang benar. Dalam setiap ideologi selalu ada golongan fanatik dan yang tidak, biasanya jumlah golongan fanatik lebih sedikit dari yang tidak. Namun pada ideologi komunis, golongan yang fanatik jauh lebih banyak.
Di Sumatera Tengah, utama sekali di Minangkabau, komunis merupakan musuh utama. Mereka tidak pernah berhasil meraih simpati rakyat, Partai Masyumi selalu tampil sebagai pemenang di negeri ini. Beda keadaannya dengan di Jawa, partai ini berhasil merangkul banyak pendukung, terutama sekali para Soekarnois. Intinya, yang paling merasa terancam dengan ideologi Komunis ialah Minangkabau, Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah adalah harga mati yang tak boleh ditawar. Islam adalah ideologi, tidak hanya agama..
Hal ini terbukti, ketika “Tentara Pusat” melakukan agresi ke Sumatera Tengah maka orang-orang Komunis inilah yang paling keras, paling kejam, dan yang paling biadab. Pembantaian dan pemerkosaan terjadi di Minangkabau. Belum pernah Perempuan Minangkabau diperlakukan sebiadab ini sebelumnya, bahkan oleh Belanda sekalipun. Dan ini dilakukan oleh “Tentara Pusat, Tentara Soekarno”.
Akan sangat eloklah jika kita membaca ulang sejara PRRI, bahwa orang yang pertama kali datang ke Sumatera Tengah untuk menumpas pemberontakan ini ialah Ahmad Yani, dia mengepalai pasukan dari Kodam Brawijaya. Dia dan pasukannya hanyalah pembuka jalan, tak lama setelah itu dia dan pasukannya ditarik. Memang tidak ada terdengar pasukan Ahmad Yani ini melakukan beragam kebiadaban, namun pasukan yang didatangkan sebagai pengganti pasukannya inilah yakni dari Kodam Diponegoro yang memulai petaka. Mereka dikenal sebagai prajurit-prajurit komunis.
Belum pernah Minangkabau dihina sedemikian rupa sebelumnya, dan alangkah sangat anehnya ketika dimasa sekarang banyak orang-orang yang berlagak peduli soal HAM berusaha mengangkat tragedi yang menimpa kaum Komunis di tahun 1965. Sedangkan dilain pihak mereka menutup mata atas kebiadaban Komunis di masa sebelumnya. Aneh memang..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar